PERKEMBANGAN OUTBOUND DI INDONESIA



PERKEMBANGAN  OUTBOUND   DI INDONESIA 


OutBound pada Tahun 1990 pertama di kenalkan oleh Outward Bound Indonesia di waduk jatiluhur, purwakarta, Jawa Barat. Sebagai sebuah lembaga non laba yang berorientasi pada pengembangan potensi SDM dengan menggunakan metode Experiental Educations, adventure Education, dan Community Service. Hal utama program ini adalah dilakukan dalam bentuk
pelatihan. Factor – factor penting yang menjadi perhatian adalah :

1.Tujuan kegiatan OutBound , orientasi pada kebutuhan pengembangan peserta

2.Factor keselamatan dan keamanan, karena lebih dari 90% proses pembelajaran dilakukan diluar ruang, dengan begitu resiko Out Bound  lebih tinggi yang akan dihadapi peserta di banding pelatihan biasa dalam ruangan. Ada kegiatan ketinggian, perjalanan, bertenda, dan sebagianya. Bukan hanya factor alat pendukung , tapi kompetensi pelaku lapanganpun menjadi perhatian khusus untuk kegiatan OutBound.
3.    Lingkungan, tetap menjadikan lingkungan yang alami sebagai salah satu penunjang pembelajaran yang efektif. Sampai dengan memanfaatkan lingkungan social dan budaya suatu tempat untuk mengambil nilai dan ilmu.

 OutBound Management training ( OMT ) muncul pada tahun 1993 UII jogjakarta, masih berorientasi pada program kegiatan sebagai pelatihan. Setelahnya bermunculan provider – provider atau pelaksana kegiatan OUT Bound, dengan bidang yang sama dengan berbagai pengembangan ( disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat . ada Pelopor Adventure Camp ( PAC ) OBET nusantara, Bumi Arasih, Bina Wana sarana.

OutBound semakin berkembang pada tahun 1997, sampai saat ini belum ada refrensi resmideskripsi istilah OutBound ( ada yang menyebut : OutBound, otbon, otbound, dan lain – lain malah ada yang menyebut dengan “ Team building “ ).
Masa ini merupakan masa pemekaran fungsi. Dari fungsi pengembangan ( pelatihan dan konselling ) muncul fungsi rekreasi ( permainan dan kesenangan ) fungsi kedua ini sangat mudah dipelajari dan di fahami. Karena tidak membutuhkan kemampuan “ soft skill “ ( kemampuan memaknai sebuah kegiatan, serta mampu diarhkan untuk menunjang kebutuhan pengembangan SDM/ peserta ) dari obesrvasi, mebaca buku games serta refrensi yang lain tentang Outbound.



Maka seseorang atau organisasi sudah bisa berkreasi dan menjual program. Dalam bentuk yang bermacam – macam. Factor – factor yang wajib ada seperti diawal 90’an sudah mulai dilupakan, yang terpenting :
  1. Keputusan peserta ( rekreasi alternative )
  2. Modal tidak terlalu banyak
  3. Biaya bisa ditekan seminim mungkin.
Mulai muncul persaingan – persaingan antar provider dalam bisnis ini ( Outbound akhirnya menjadi satu trend yang berkembang dengan cepat, bahkan sampai saat ini.


 Outbound tahun 2001 mulai persaingan  “ tidak sportif “ selain itu juga mulai terjadi kecelakaan – kecelakaan serta hal lain yang merugikan yang dialami peserta ( peluncur nabrak pohon pada saat flying fox,patah tulang karena jatuh, luka pada saat games jatuh dari high ropes dan cacat, pencurian barang peserta oleh pantia, complain peserta terhadap pelayanan ) hal tersebut muncul karena :
  1. Belum adanya kesadaran terhadap resiko kegiatan secara menyuluruh.
  2. Kekhawtiran terhadap persaingan, sehingga melakukan saja secara instan.
  3. Tidak dipahaminya secara lebih mendalam tentang Program Outbound.




Share: